oleh

Jatuh Bangun Lika Liku Perjalanan Karier  Sonny Jendriza Idroes

CIBUBUR – Owner Tsamara Resto, Sonny Jendriza Idroes jatuh bangun menggapai sukses, “Setinggi-tinggi bangau terbang, jatuhnya ke kubangan juga”. Pepatah ini tepat dialamatkan kepada Sonny Jendriza Idroes.

Sukses mengembangkan bisnis sektor pertanian dan bisnis lainnya di kampung orang, sejak setahun lalu diviruskan pula di kampung sendiri, ranah minang. Sebagai putra asal Silaiang Atas, Kota Padang Panjang, ia merasa ikut bertanggungjawab bagaimana usaha pertanian bisa berkembang di daerah ini.

Sonny, merupakan panggilan akrabnya. Alumni Fakultas Pertanian Universitas Andalas (FPUA) ini, diakui tak banyak orang mengenalnya. Paling jajaran keluarga besar alumni FPUA dan almamaternya, Unand. Kemudian, keluarga besarnya di Padang Panjang. Menyebut keluarga Sanyun di kota serambi mekah itu, baru orang tahu. Keluarga ini memang terpandang dan disegani. Sonny bagian dari keluarga ini.

 

“Potensi alam Sumbar luar biasa. Banyak yang bisa dikembangkan untuk mendongkrak perekonomian masyarakat. Benar, pemerintah daerah sudah mengarah ke sana dan secara bertahap memperlihatkan hasil, tapi perlu sentuhan lebih lagi. Butuh dukungan investor dan stakeholder terkait, lebih banyak lagi,” kata dia Rabu (13/3).

 

Sonny bukannya tidak tahu akan potensi yang dimiliki Sumbar. Sebagai orang Minang tulen dan kuliah di Fakultas Pertanian Unand, dia tahu hal itu. Apalagi, bekal kuliah yang didapat semakin membulat tekadnya untuk bisa mendongkrak potensi pertanian tersebut.

Tapi, ketika itu, dia belum bisa berbuat apa-apa. Ilmu ada, tapi untuk diimplementasikan masih ragu-ragu. Belum ada pengalaman. Tak heran, setahun setelah menamatkan kuliah tahun 1997, Sonny merantau ke Lampung. Dia berusaha mandiri. Dengan tekad ingin maju tertanam dalam di hatinya. Perlahan tapi pasti, awalnya bekerja dengan orang, kemudian membuka usaha sendiri, pembibitan tanaman. Lama kelamaan usaha yang dilakoni itu berkembang. Berhasil pula mempekerjakan puluhan karyawan.

“Ini semua berkat kerja keras dan berani menghadapi risiko. Rasanya tak berguna kuliah di Fakultas Pertanian, kalau ilmu yang didapat tak diimplimentasikan. Setelah itu, usaha pembibitan dan penangkaran bibit saya rintis. Di sana, banyak lahan pertanian yang potensial. Tak jauh beda dengan Sumbar,” kenang pria aktivis saat mahasiswa dulu.

BACA JUGA :  HMI Gelar Diskusi Milenial Bareng Media Massa

Tiga tahun Sonny menggeluti usaha ini. Entah apa yang terjadi dan dia tak menyangka pula, usaha yang sudah membuka peluang kerja bagi penduduk setempat, kian hari kian menurun. Perkembangan usaha tak hanya stagnan tapi juga mengalami kemunduran. Akhirnya, tak bisa dielakkan. Bangkrut. Rang Padang Panjang kelahiran Padang, 31 Januari 1969 ini.

Sonny menganggap kegagalan yang dialami dalam usaha penangkaran itu, pasti ada hikmah yang bisa dipetik untuk bangkit lagi. Pengalaman bisnis penangkaran bibit di Lampung itu dia jadikan pelajaran berharga. Rasa optimis muncul dari sosok pemuda yang ramah dan pandai bergaul kepada semua orang ini. Ia terbang ke Jakarta. Dirintisnya usaha pengadaan obat-obatan. Berkembang. Lalu dirintis pula bisnis perumahan hingga bisnis adversiting. Juga berkembang. Bisa begini, karena semangatnya yang gigih. Jiwa wiraswasta yang melekat pada orang Minang, ternyata juga mendarah daging pada Sonny. Ditambah, bekal belajar dari kegagalan bisnis di Lampung, ia menuai sukses. Sekitar 1.000 lebih tenaga kerja ia tampung untuk menjalani berbagai bisnis tersebut. Sama halnya, dengan usaha pertamanya, bisnis ini mengalami masa paceklik juga. Sonny jatuah tapai. Sepintas orang melihat dengan kondisi itu, bisa jadi gila. Tapi Sonny tidak. Kendati sangat pedih dan menyakitkan, ia masih punya iman. Sebagai orang yang dilahirkan dari keluarga besar Sinyun, dia tidak boleh putus asa, apalagi menempuh jalan pintas, mengakhiri hidup. “Tidak ada dalam kamus, jalan seperti ini. Lagi-lagi saya  beranggapan,” Ini cobaan dari Allah,” ujarnya.

Sonny harus bangkit. Semangat ini, juga dimunculkan oleh kolega dan yunior maupun seniornya sesama alumni FPUA. Sonny di Jakarta, tak hanya sekadar berbisnis saja, tapi aktif di berbagai organisasi sosia dan kemasyarakatan. Sama halnya ketika berusaha di Lampung.

BACA JUGA :  LSM SOMASI Minta Kejelasan Soal Pembangunan

Soal berorganisasi ini, memang tak lepas darinya. Sejak SMA hingga kuliah, Sonny aktif di berbagai organisasi. Di Jakarta itu, salah satunya, aktif di perkumpulan Ikatan Alumni FPUA se-Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi). Maklum, alumni FPUA yang merupakan fakultas tertua di Unand, sambuah di sana. Menggeluti berbagai profesi, mulai pengusaha, profesional, pejabat pemerintah, PNS hingga aktivis LSM.

Ketua IKA FPUA se-Jabodetabek ini, beralih ke bisnis ekpor buah pada 2010. Dua kegagalan usaha yang dilakoni sejak awal, benar-benar dijadikan guru. Tak sekadar bisnis saja, dia juga punya niat mulia bagaimana buah dan hasil pertanian yang telah diusahakan petani, mendatangkan keuntungan bagi petani.

Tak sekadar dapat pagi habis sore. Niat mulia yang ditanamkan itu, ternyata berpengaruh kepada perjalanan bisnis ekspor buah dan produk pertanian yang dilakoni Sonny. Maju pesat dan berkembang. Ke berbagai negara, sudah dikunjungi. Lagi, bukan sekadar memuluskan bisnis, tapi tetap berpikir, harga di tingkat petani harus dinaikkan. Soalnya harga buah produksi Indonesia di luar negeri, harga belinya jauh lebih tinggi.

Salah satu faktor yang mendorong kenapa harga lebih tinggi adalah kemasannya. Begitu juga proses penyimpanannya. Inilah yang menjadi perhatian Sonny. Ya, sejak setahun silam, ia pun merasa terpanggil untuk mengabdikan keberhasilan di negeri orang itu agar berhasil pula di negeri sendiri. Potensi banyak.

Untuk tahap awal, usaha pembibitan pertanian yang pernah sukses di Lampung, diterapkan di Sumbar. Sonny telah membuka usaha membibitan tanaman jeruk, karet, kakao dan sejumlah tanaman lain, antara lain di Padang dan Payakumbuh. Dan kini mulai berkembang.

Tahap demi tahap, ia akan menerapkan pula usaha ekspor buah dari Sumbar. Kesuksesan bisnis ekspor yang dilakoni di Jakarta dan Yogyakarta, juga akan diviruskan ke Sumbar. Niatnya hanya satu, bagaimana nilai jual di tingkat petani bisa bertambah. Bahkan, ilmu dan pengalaman untuk mengembangan kawasan agrowisata berni¬lai plus bagi penduduk sekitar, siap-siap pula diterapkan. Sumbar punya ini.

BACA JUGA :  Ade Puspitasari : Awal Maret Alat Donor Darah Plasma Konvalesen Siap Digunakan

“Rasanya saya berdosa kalau tidak menerapkan di kampung halaman sendiri. Apalagi potensi kita, jauh lebih hebat. Benar, kita berbisnis tentu mencari untung, tapi bisnis yang dilakoni itu, harus pula membuat petani produsen dan masyarakat sekitar untung,” kata Sonny.

Sonny terlahir dari keluarga sederhana. Dibesarkan oleh seorang ibu yang penuh dengan perjuangan. Pasalnya, ayahnya sudah tiada. Ibu bekerja sebagai pegawai negeri di RRI dan menjadi penyiar radio saat itu. Sementara, almarhum bapak dari Sonny kecil sudah bergelut di dunia usaha dan hal ini ditiru oleh sang ayah menjadi pengusaha.

“Dari saya kecil sudah meniru bapak karena hobi almarhum bapak adalah usaha. Selain, memiliki bengkel sepeda, nambel ban, rantai sepeda, nyetel jari-jari memang pekerja keras,” kata Sonny.

Sonny mengaku, dirinya pernah kerja dengan orang lain, di perusahaan asuransi. Bahkan, tidak ada jenjang karier yang jelas, hanya mencapai 10 bulan. Setelah itu, balik ke komunitas menjadi supplier dan pengalaman lainnya.

“Intinya, saya lebih senang mengkaryakan sesuatu dan ketika berjalan proses ini bisa dinikmati semua,” terang Sonny

Suka dan duka yang dialami banyak. “Sukanya saat tamu keluar dari resto dengan perasaan puas dan senang kemudian karyawan juga ikut senang dan enjoy kerja dintempat ini. Dukanya, ketika ada kelalaian dari pegawai dan ada ketidakjujuran di dalam internal. Misalnya, ada karyawan yang mengambil barang milik karyawan itu bagian dari duka. Kemudian, saat hujan jalanan depan Tsamara Resto banjir. Mirisnya saat terjadi banjir orang lain menyalahkan resto kami,” papar anak ketiga dari tiga bersaudara ini.

Tantangan dalam berkarier secara nyata bahwa, harus selalu berinovasi dan memiliki kreatifitas dalam mengembangkan usahanya. Setelah itu, mempertahankan usaha agar tetap berjalan. Diperlukan kreativitas untuk memiliki tantangan dalam berkarier.

“Harapan kedepannya, bisa lebih berbagi dengan yang lain. Kemudian, mensyukuri apa yang sudah dicapai selama ini,” pintanya. (Nia/Len)

News Feed