oleh

Lika Liku Perjalanan Karir Puji Astuti Menjadi Seorang Guru

KOTA BEKASI, Beritapublik.co.id – Menjadi seorang guru bukan mimpi dan cita-cita dalam hidup seorang Kepala Yayasan Kids Grow, Puji Astuti ketika awal berkarir. Sejak kecil wanita berhijab dan berkacamata ini bercita-cita serta memiliki keyakinan juga tekad yang kuat untuk  menjadi seorang dokter.

Namun, takdir berkata lain. Tak puas sampai disana, ketika SMP dan SMA pihaknya ingin mengubah kariernya dengan bekerja di Bank atau di kantor. Seperti, layaknya anak-anak yang lain, cita-cita tersebut mulai memudar seiring bertambahnya usia setelah lulus SMA.

 

“Saya kuliah di sebuah Universitas di daerah Jakarta Selatan. Karena, memiliki hobi membaca dan menulis, serta ambil jurusan sastra. Ketika mengikuti mata kuliah apresiasi sastra, impian berubah lagi. Kemudian, ingin menjadi seorang penulis, yang suatu saat bisa menuangkan karya-karya seni dalam bentuk tulisan,” ungkap wanita  yang akrab disapa Puji ini kepada beritapublik.co.id disela-sela kesibukannya Senin, (7/10).

 

Namun, sayangnya hidup tak seindah yang diharapkan. Setahun kuliah, dirinya berfikir bagaimana cara harus bekerja untuk biaya kuliah dan memenuhi kebutuhan sendiri. Meskipun, tidak ingin bergantung pada orang tua dan keluarga.

Apalagi, di tengah-tengah kegalauan, pihaknya mendapat kesempatan untuk mengajar TK di Yayasan Katolik Jakarta Barat. Padahal, dari dulu pihaknya menghindari profesi guru, pasalnya masih merasa belum mampu untuk mendidik diri sendiri, dan harus mendidik orang lain. Manusia memang boleh berencana tapi Tuhan yang menentukan. Sehingga pihaknya harus bekerja untuk biaya kuliah dan hidupnya.

Awal menjadi seorang guru TK, pihaknya merasa minder dan malu karena merasa belum berpengalaman. Namun, berkat dukungan dari sang kakak dirinya mampu bertahan selama 3 bulan masa percobaan.

“Saya merasa senang dan bangga karena bisa lolos dari masa percobaan. Di samping itu sekolah tempat saya mengajar bukan sekolah yang kebanyakan orang bisa menyekolahkan putra-putrinya di situ. Boleh dibilang setiap hari bisa cuci mata untuk melihat artis-artis yang mengantar jemput anak-anaknya di sekolah tempatnya mengajar,” kata wanita kelahiran Gunungkidul, 3 Maret 1972 ini.

Seiring berjalannya waktu, pihaknya merasa beruntung bisa bekerja di tempat tersebut. Selain, mendapat banyak ilmu, dan banyak belajar dari rekan kerja. Bahkan, disiplin kerja yang tinggi, mampu menjadikan dirinya hidup mandiri. Bahkan, bisa membuat dirinya bijak dalam menghadapi masalah, karena sudah banyak belajar sehingga mempunyai wawasan yang semakin bertambah dari hari ke hari.

Setiap bertemu dengan teman-teman di kampus, pihaknya selalu bercerita terkait suka dukanya mengajar anak-anak TK. Tidak mudah melewati perjalanan karir yang penuh dengan lika- liku.

Bahkan, inspirasi diambil dari Pak Tino Sidin yang mengisi sebuah acara “Gemar Menggambar” di salah satu stasiun televisi menjadikan pihaknya banyak belajar. Dari beliau dirinya belajar soal kesederhanaan.

Kemudian, pihaknya menemukan figur seorang ayah yang menyayangi anak-anaknya, dan sosok bersahaja. Namun, takdir berkata lain. Beliau terkena sakit kanker, dan tiada. “Saya merasa kehilangan. Apalagi, saat mengetahui sosok yang berjasa dalam hidup saya menghembuskan nafasnya yang terakhir di rumah sakit Darmais,” kata wanita berkacamata ini.

BACA JUGA :  Syekh Ali Jaber Meninggal Dunia, Warganet Kehilangan

Selama 11 tahun pihaknya mengajar di Sekolah, pihaknya menunjukkan dedikasi yang tinggi. Berawal dari pengalamannya di tempat tersebut, ia mulai bermimpi untuk mendirikan sekolah sendiri karena dengan begitu ia tidak akan terlambat kerja, terikat dengan aturan yang ada dan tidak selalu diperintah oleh atasan bahkan dapat memberikan perintah atau mengatur orang lain.

Puji merasa sedih karena teman- teman kampusnya tidak mendukung mimpi yang diingini olehnya, tapi hanya menertawakan dan meremehkannya. “Jangan bermimpi terlalu tinggi, kalau jatuh sakit. Namun, kalimat ini yang menjadikan cambuk bagi saya untuk mewujudkan impian itu,” papar ibu dari tiga anak ini.

Setelah sebelas tahun mengajar dirinya harus segera pindah rumah ke Bekasi mengikuti suaminya. Sulit menentukan pilihan saat itu, namun harus segera mengambil keputusan. Pasalnya, suami tidak lagi membolehkan untuk menjadi seorang guru.

“Inspirasi diambil menjadi seorang guru bukan mimpi dan cita-cita dalam hidup saya. Sejak kecil saya bercita-cita ingin menjadi seorang dokter agar dibilang keren. Ketika SMP dan SMA pun berubah lagi, ingin bekerja di Bank atau di kantor. Seperti layaknya anak-anak yang lain, cita-cita itu akan memudar seiring bertambah usia. Setelah lulus SMA, saya kuliah di sebuah Universitas di daerah Jakarta Selatan. Pasalnya, hobi saya membaca dan menulis, serta mengambil jurusan sastra. Kemudian, mengikuti mata kuliah Apresiasi Sastra, impiannya berubah lagi. Saya ingin menjadi seorang penulis, agar suatu saat bisa menuangkan karya-karya seni dalam bentuk tulisan,” Kata anak ketujuh dari tujuh bersaudara ini.

Setelah sebelas tahun mengajar, pihaknya harus pindah rumah ke Bekasi untuk mengikuti suaminya. Sebuah pilihan yang berat dan harus diambil. Bahkan, pihak suami tidak lagi memperbolehkan dirinya untuk mengajar dengan alasan karena jarak tempuh yang terlalu jauh antara Bekasi dan Jakarta Barat.

Tiga bulan hanya berdiam diri di rumah dengan perasaan jenuh, tak ada yang mampu dilakukan. Tanpa sepengetahuan suami, pihaknya mulai memasukkan lamaran di salah satu yayasan yang punya nama di Bekasi Utara yaitu yayasan Mutiara 17 Agustus. Beruntungnya, pihaknya diterima dan diminta untuk bergabung dengan guru-guru SD.

“Di sini saya dituntut untuk menjadi seorang guru yang tidak hanya membuat murid – murid menjadi pintar, melainkan dapat menginspirasi dan merubah murid-murid menjadi lebih baik,” kata Puji.

Hanya dalam waktu sebelas tahun pihaknya bisa mengajar di SD, dan harus terbentur lagi dengan sebuah pilihan. Pasalnya, sang suami tidak memperbolehkan dirinya mengajar. “Saya harus memilih untuk mendampingi anak-anak di rumah atau tetap bekerja. Jadi, mau tidak mau saya harus memilih yang menjadi prioritas saya,”

BACA JUGA :  Menag Terkonfirmasi Positif Covid-19, Stafsus: Kondisi Fisik Beliau Baik

Sebagai seorang ibu rasanya tidak mungkin dirinya bekerja dan mengasuh anak sekaligus. “Saya di tempat kerja, namun hati dan pikiran saya mengingat anak-anak. Sedangkan, saat di rumah, teringat pekerjaan besok. Akhirnya, saya harus memutuskan dan memilih menjadi ibu rumah tangga yang juga bekerja,” paparnya.

Kemudian, pihaknya meminta kepada suami untuk dibuatkan TK. Kebetulan di samping rumah masih ada tanah kosong, tidak begitu luas namun cukup untuk sarana kelas, arena bermain, kantor, kamar mandi dan ‘farming and harvesting’.

Hanya membutuhkan selama 6 bulan pihaknya mempersiapkan semuanya, dari mulai membangun gedung sampai desain meja kursi siswa dirinya sendiri yang menentukan.

“Mulai dari mengajar setiap hari, saya harus mempersiapkan segala sesuatunya. Dari membuat brosur, membuat formulir pendaftaran, logo sekolah, mempersiapkan buku – buku acuan untuk pendidikan anak usia dini dan administrasi sekolah hingga mencari kandidat guru. Semua saya kerjakan di tengah-tengah kesibukan saya mengajar.Target dan Impian harus jelas, semua berjalan sesuai rencana,” jelasnya.

Tepat tanggal 3 Maret 2012, pihaknya mulai membuka pendaftaran siswa baru. Pihaknya menerima pendaftaran mulai dari malam hari, karena siangnya masih aktif mengajar. Bulan Juni 2012 pihaknya resmi mengundurkan diri dan mulai totalitas dengan sekolah yang dibangun olehnya.

Tahun pertama saya tidak terlalu yakin bahwa TK yang saya dirikan akan menjadi TK pilihan dan alternatif bagi orang tua yang sibuk bekerja. “Murid-murid kami tanamkan untuk belajar mandiri dan harus lepas dari orang tua atau pengasuhnya. Kami hanya memberikan batas waktu 3 hari bagi anak-anak yang memang belum berani dan masih menangis, kami perbolehkan untuk ditemani orang tua atau pengasuhnya. Hari pertama boleh di dalam kelas, hari kedua dan ketiga di luar kelas dan hari selanjutnya benar-benar sekolah kami steril dari orang tua,” tambah Puji.

Bahkan, tidak ada satupun pedagang yang menjajakan makanan di depan sekolah. Karena pihaknya selalu menekankan kepada orang tua agar setiap hari membekali putra putrinya makanan ringan/berat yang memenuhi makanan sehat. Sehingga, tidak perbolehkan anak-anak membawa makanan ringan jenis snack yang mengandung MSG/penguat rasa, permen, es ataupun cokelat.

“Sebulan sekali kami melatih anak –anak untuk makan makanan empat sehat lima sempurna yang disediakan dari sekolah.Yang terpenting di sini, saya tidak pernah membanding-bandingkan dengan lembaga-lembaga pendidikan TK yang lain yang semakin menjamur di lingkungan saya. Biarlah seiring berjalannya waktu sekolah kami memiliki ciri khas yang nantinya akan menjadi sebuah daya tarik bagi konsumen,” tuturnya.

Kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan anak usia dini sudah cukup baik. Hal ini bisa diliihat dari animo masyarakat yang sebagian besar telah menyekolahkan anaknya di usia 2 tahun lebih. Memang, usia Play Group dan Taman Kanak-Kanak merupakan “Golden Age” untuk belajar. Pasalnya, apa yang mereka dengar, lihat dan rasakan akan langsung mereka serap. Mereka akan meniru apa yang diucapkan dan dilakukan guru dan orang tua di sekitarnya dengan cepat.

BACA JUGA :  Garda Pasundan Miliki Arti dan Peranan di Tengah Masyarakat

Konsep pembelajaran yang diajarkan seorang guru harus mempunyai ide dan wawasan untuk memahami siswa. “Kita harus menunjukkan pada siswa bahwa guru peduli, sayang dan bersahabat. Sehingga, siswa akan merasa nyaman dengan guru. Jika seorang siswa sudah memiliki rasa nyaman, merasa dihargai, dan disukai serta merasa disayang oleh guru, maka merekapun pasti akan memberikan usaha dan cintanya kepada seorang guru. Jadi, anak akan terlepas dari ketergantungan orang tua atau pengasuhnya.

Proses belajar mengajar juga berlangsung menyenangkan. Alasannya, sekolah yang mengadopsi beberapa metode belajar dari montessori dan froebel. Montessori menekankan practical life yaitu gerakan-gerakan dasar yang setiap hari dilakukan seperti  memakai sepatu sendiri, menaruh sepatu di tempatnya, merapikan tempat makanan, merapikan mainan setelah digunakan. Selain itu, melatih setiap panca indera melalui alat-alat yang disediakan seperti membedakan bunyi, membedakan halus dan kasar, menyusun balok, serta membedakan rasa asin dan manis. Metode belajar froebel yaitu anak tidak merasa sedang belajar namun sebenarnya mereka sedang belajar. Bermain sambil belajar dan belajar sambil bermain. Di samping itu juga ada belajar matematika, bahasa (membaca dan menulis), dan bilingual. “Setiap pagi sebelum belajar anak-anak selalu dibiasakan membaca doa dan hafalan surat-surat pendek. Mereka akan dipisah dalam kelas yang berbeda sesuai dengan agama masing-masing. Setiap sabtu anak –anak wajib mengikuti extra kurikuler english club dan Iqro (bagi yang beragama muslim),” kata Puji.

Tahun kedua dan ketiga sekolah kami selalu mengalami peningkatan jumlah murid.Walaupun jika dilihat dari kekuatan finansial, sekolah kami masih mengalami banyak kerugian. “Alhamdulillah, di tahun keempat, karena daya tampung siswa hanya bisa dua kelas, maka tahun ini saya buka kelas siang. Sekolah merupakan investasi jangka panjang, sehingga saya harus bisa meningkatkan kualitas agar mendapat kepercayaan dari orang tua wali murid,” ungkap Puji.

Menariknya, sekolah ini memiliki Visi dan Misi, antara lain, sesuai dengan Visinya yakni, menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan, variasi, cerdas, dan kreatif dalam belajar dan pembelajaran. Sementara, untuk misinya adalah mengembangkan potensi generasi sejak dini sesuai sifat dan karakter individu. Mendidik dan melatih dengan sifat dan sikap kasih sayang hingga anak menjadi mandiri. Serta, melayani dan membentuk kepribadian peserta didik dengan memberikan pelayanan secara baik dan bermutu. Di samping visi dan misi, juga harus memperhatikan beberapa aspek.

“Pertama, SDM (guru tidak hanya berkompeten di dunia anak saja, tetapi harus memiliki karakter yang baik dan sayang anak). Kedua, Finansial atau harus bisa mengelola keuangan. Ketiga, Kurikulum serta mengembangkan kurikulum yang baik sesuai tahap perkembangan anak. Keempat, legalitas dari pemerintah,” tandasnya. (Nia/Len)

News Feed